Senin, 22 Februari 2016

Luragung Pun Akhirnya Menyerah

Bus Luragung (Sumber Google)
Liburan Imlek tahun ini saya agenda kan untuk bersilaturahmi ke rumah mbak Dedeh Handayani di daerah Kuningan Jawa Barat. Sebelum berangkat saya sudah bertanya terlebih dahulu ke mbak Dedeh untuk transportasi menuju Kuningan. Mbak Dedeh menyarankan naik bus Luragung karena bus tersebut sangat cepat dan mbak Dedeh memberikan beberapa alternatif jadwal keberangkatan bus Luragung, setelah saya menimbang akhirnya saya putuskan untuk naik bus Patas AC Luragung Jaya Termuda dari terminal Depok karena hanya dari Depok dan Bogor saja yang tersedia bus AC sedangkan dari terminal lainnya adanya hanya bus ekonomi.

Jam 19.00 WIB bis AC berangkat dari terminal Depok, begitu yang tertulis di jadwal keberangkatan yang dikirim mbak Dedeh via Whatsapp. Saya berencana jam 16.00 berangkat menuju terminal Depok agar bisa mendapatkan tiket dan ternyata disaat saya akan berangkat cuaca yang tadinya sangat panas seketika berubah 180 derajat, langit menjadi hitam pekat disertai dengan kilat yang menggelegar dan tak lama kemudian hujan turun.

Bus Luragung Patas AC (Sumber Google)
Mbak Dedeh berinisiatif menelpon Luragung Depok untuk memesan satu tiket dan ternyata bus AC akan berangkat jam 17.00 WIB tidak sesuai dengan jadwal karena penumpang sudah penuh dan saya ditawarkan naik yang ekonomi. Saya akhirnya menolak karena kondisi masih hujan, kalaupun harus naik ekonomi saya memutuskan untuk pergi besok pagi dengan bus Luragung paling pagi jam 05.00 WIB dari terminal Pasar Minggu.

Jadwal Keberangkatan Bus Luragung Terminal Depok (Sumber WhatsApp Mba Dedeh)
Jam 04.00 WIB saya memesan Gojek dan orderan berkali-kali saya cancel karena tak kunjung mendapatkan driver, disaat saya hendak memesan kembali, driver Gojek menghubungi saya. Saya bilang kalau yang saya pesan barusan sudah saya cancel tapi driver bilang orderan saya masuk. Okelah mungkin saya yang salah dan driver pun datang, sang driver bilang kalau ternyata memang pesanan saya sudah dicancel. Karena waktu sudah mepet, driver menawarkan biaya reguler sebesar 25k (salut dengan driver Gojek yang tetap jujur walaupun sebenarnya bisa mengambil kesempatan untuk menaikan tarif) , saya setuju dan langsung menuju terminal Pasar Minggu .

Tepat jam 04.35 WIB saya tiba di terminal Pasar Minggu yang sangat ramai karena berdekatan dengan pasar yang selalu buka di dini hari. Saya masuk ke terminal dan menanyakan bus Luragung dan ternyata bus Luragung sudah jalan 5 menit yang lalu. Lagi-lagi saya dikecewakan oleh bus Luragung karena keberangkatannya tidak sesuai dengan jadwal (rasanya lebih nyesak daripada dikecewakan seseorang :p) . Berhubung bus Luragung hanya satu kali keberangkatan dari terminal Pasar Minggu, saya langsung menuju terminal Kampung Rambutan. Semoga masih bisa naik bus yang pertama.

Sesampainya di terminal Kampung Rambutan, saya segera menunaikan ibadah sholat Subuh. Sambil memakai sandal gunung saya menanyakan jadwal bus Luragung ke penjaga Musholla, kata beliau yang kebetulan orang Kuningan bilang kalau yang pertama sudah berangkat dari jam 05.00 sedangkan bus yang kedua sebentar lagi lewat dan ternyata memang benar tidak lama saya menunggu bus Putra Luragung lewat. Saya memilih tempat duduk di depan dekat pintu agar lebih mudah bertanya ke supir ataupun kondektur karena ini pengalaman pertama saya sendirian ke Kuningan menggunakan bus.

Bus Putra Luragung (Sumber Google)
Berdasarkan cerita dari teman-teman dan membaca dari beberapa blog kalau bus Luragung itu super cepat dan terkenal ngebut dan suka ngeblong. Deg-degan juga sih, apa iya sampai segitunya. Dari terminal sampai Pasar Rebo, laju bus masih normal mungkin karena sambil mencari penumpang. Setelah memasuki tol yang pada pagi hari itu sangat lancar, laju bus pun sedikit demi sedikit mulai kencang. Saya sampai menghitung berapa bus antar kota yang berhasil dilewati Luragung. Terkadang zigzag, terkadang melaju lurus dan kecepatan yang tidak dikurangin benar-benar bikin sport jantung, sampai saya berpikir kalau supir bus Luragung cocok juga menjadi pembalap.  


Bus ternyata tidak masuk tol Cipali dan lewat Pantura, sempat kecewa karena pasti lebih lama sampainya. Alhamdulillah jalur Pantura ternyata lancar dan bus tetap melaju dengan cepat walaupun tidak secepat di tol dan saya suka karena bus Luragung tidak ngetem. Ketika memasuki wilayah Indramayu, ada bus yang mengoper penumpangnya ke bus kami dan penumpangnya itu sangat banyak membuat bus kami menjadi overload. Bisa dibayangkan bagaimana sesaknya dan panasnya kondisi di dalam seperti ikan pindang di dalam panci. Sudah penuh, panas belum lagi asap rokok yang mengepul dari orang-orang yang egois. Beginilah suasana bus ekonomi.

Masuk wilayah Cirebon, penumpang sudah banyak yang turun sehingga bisa bernafas dengan lega. Laju bus masih tetap sama hingga sampai desa Panawuan, saya merasakan ada yang tidak beres dengan kondisi bus Luragung. Bus mulai melaju sangat lambat sesekali terkadang berhenti, supir meminta kondektur untuk mengecek tangki solar dan solar masih banyak. Pak Supir mencoba menjalankan bus dan kemudian bus pun berhenti kembali. Kondektur memeriksa mesin bus dan entah apa yang dilakukannya, yang saya lihat kondektur sedang mengutak atik mesin (anak kecil juga tahu ya hehe).

Bus Luragung yang tadinya gagah melaju dari Jakarta dengan kencang bak mobil pembalap yang berusaha untuk menikung mobil balap lainnya dan bisa jadi akan menjadi juara ternyata pada akhirnya harus menyerah pada dirinya sendiri alias mogok sebelum garis finish yang hanya berjarak beberapa meter dari pandangan mata.

Dan kami sebagai penonton alias penumpang hanya bisa pasrah berpindah ke bus lainnya untuk mencapai garis finish.