Senin, 22 Desember 2014

Keceriaan di SDN Ciasihan 02



Siapa bilang para traveler hobinya cuma jalan-jalan tanpa memperhatikan lingkungan sekitar. Saya dan teman-teman dari United Travelers memiliki hobi traveling, tapi hal itu tidak membuat kami menutup mata terhadap masyarakat sekitar. Kali ini United Travelers mengadakan bakti sosial (baksos) yang ke tujuh dan memilih tema “Kelas Inspirasi” di SDN Ciasihan 02 yang terletak di Jalan H.M. Parta Kp. Lapangan Rt.03/02 Desa Ciasihan KM 4 Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.

Sabtu pagi dengan udara yang sejuk saya dan teman-teman dari Tim Baksos United Travelers tiba di SDN Ciasihan 02. Saat kami mulai memasuki gerbang sekolah, wajah-wajah mungil dan polos dengan senyum yang hangat menyambut kedatangan kami. Mereka satu persatu menyalami kami dengan riang, suasana yang membuat hati kami menjadi nyaman setelah melihat keramahan mereka, dimana sebelumnya kami merasa deg-degan bagaimana nanti menghadapi mereka di depan kelas dan berpikir apakah mereka akan menerima apa yang kami sampaikan.

Satu persatu mereka berbaris rapi di lapangan atas instruksi guru mereka. Kami pun menyalami kepala sekolah Ibu Tuti Alawiyah dan para guru. Selanjutnya acara dibuka oleh pak Dadang dan kak Anggi, dari pihak sekolah sambutan diwakilkan oleh pak Ujang karena ibu Tuti Alawiyah sebagai Kepala Sekolah suaranya sedang serak dan dari pihak United Travelers diwakilkan oleh kak Leo.
Sebelum kelas inspirasi dimulai, kak Nita dan kak Dewi memberikan pemanasan terlebih dahulu kepada adik-adik untuk melakukan gerakan yang dinamakan Senam Sehat Ceria, semua siswa termasuk panitia tim baksos bersemangat mengikuti gerakan dari kak Nita dan kak Dewi.

Setelah selesai senam, adik-adik satu persatu memasuki kelas masing-masing diikuti oleh kakak tim pengajar. Saya bersama kak Ois dan kak Cipluk mendapat tugas di kelas 5B. Kami bertiga akan memberikan kelas inspirasi kepada adik-adik kelas 5B dengan contoh cita-cita sebagai Writer. Sebelum masuk ke materi utama, kami memberikan ice breaking kepada adik-adik agar kelas inspirasi ini tidak membosankan bagi mereka. Mereka sangat antusias mengikuti kelas inspirasi ini, hal ini terlihat dari cara mereka menerima apa yang kami berikan. Mereka sangat senang. Saat masuk ke materi inspirasi mereka mendapatkan tugas menyusun puzzle yang telah kami sediakan sebagai media belajar. Mereka terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama dibantu oleh kak Cipluk dengan puzzle gambar pemandangan, kelompok kedua dibantu oleh saya sendiri dengan puzzle gambar kucing dan kelompok ketiga dibantu oleh kak Ois dengan puzzle gambar kelinci. Setelah mereka selesai menyusun puzzle tersebut, mereka diharuskan untuk menuangkan apa yang ada di gambar ke dalam bentuk tulisan, dan ini adalah salah satu proses dalam menulis. Selesai membuat tulisan, perwakilan dari salah satu kelompok membacakan hasil tulisan mereka di depan kelas dan mereka mendapatkan apresiasi dari yang lainnya. 

 
Kak Cipluk meminta kepada mereka untuk menulis kata-kata “Suatu hari nanti saya akan menjadi…” dan tulisan itu harus disimpan di tempat yang mudah mereka baca di rumah, agar mereka selalu teringat akan cita-cita mereka dan bersemangat untuk meraihnya.

Waktu tidak terasa sudah lebih dari 1 jam 30 menit, sangat cepat rasanya dan kelas inspirasi ini harus berakhir. “Kak, hari Senin datang lagi ya,” ucap salah satu adik. Terharu mendengarnya karena mereka mengharapkan kami datang lagi. Di akhir kelas inspirasi mereka mencap tangan mereka di atas kanvas dengan cat warna warni dan menuliskan nama mereka serta cita-citanya. Setelah itu mereka berkumpul kembali dengan adik-adik kelas yang lain di lapangan.
Kelas 1 dan kelas 2 pulang terlebih dahulu karena jam pulang mereka adalah jam 10.00 sedangkan waktu sudah menunjukkan jam 11.00. Adik-adik kelas 3 sampai kelas 6 tetap berada di lapangan. kak Anggi menanyakan kepada adik-adik apakah senang mengikuti kelas inspirasi dan mereka semua serentak menjawab, “senang.”

Lalu kak Anggi menyerahkan kepada kak Nita untuk mengajak adik-adik berjoget dengan backsound lagu anak-anak Korea yang berjudul Olchaengi. Mereka semua sangat senang bahkan ketika lagu itu selesai, mereka berteriak “Lagi kak, lagi.” kak Nita pun mengulangi gerakannya dan mereka mengikuti dengan antusias.
Selesai dengan gerakan lagu Olchaengi, kami pun semua menyanyikan lagu “Guruku Tersayang” yang dipersembahkan untuk para guru, adik-adik menyanyikan dengan penuh semangat dan para guru terlihat terharu.

Acara pun ditutup dengan kesan pesan dari pihak sekolah dan panitia serta pemberian hadiah untuk para guru dan sekolah, sementara adik-adik mendapat goody bag berupa perlengkapan sekolah. Di akhir acara kami pun foto bersama.
Tanpa terasa perpisahan pun harus terjadi, adik-adik satu persatu menyalami kami. Semoga kalian semua sukses dan meraih apa yang kalian cita-citakan, tetap semangat dan rajin belajar serta tidak lupa untuk selalu berdo’a. 

Kamis, 11 Desember 2014

My Dream Comes True - Part 3 (END)




Sampai di tenda kami langsung masak untuk makan siang, setelah makan kami lanjutkan dengan bongkar tenda dan repacking perlengkapan kami. Tepat Jam 13.00 kami turun dari Savana 1 menuju basecamp. Sebelumnya kami berdo’a terlebih dahulu, agar perjalanan turun lancar dan aman. Sesampainya di track yang ekstrim di Savana 1 bayangan kali ini yang salah jalur adalah Mega dan bang Arya. Mereka melewati track yang lebih ekstrim, sedangkan mba Asih tidak mau mengulangi kejadian yang sama dan lebih memilih track yang agak lebih aman dan setia mengikuti dibelakang bang Dede hehe. Tetap aja sudah memilih track yang aman tapi ini adalah pertama kalinya mba Asih jatuh di track, biasanya selalu saya duluan yang jatuh tapi kali ini tidak di Merbabu.

Sampai di Pos 3 hujan mulai turun rintik-rintik, dan bang Dede menginstruksikan kepada kami untuk memakai raincoat. Saya pikir hujannya sama seperti pada saat naik, hanya sebentar, ternyata hujan tidak berhenti dan semakin deras. Perjalanan turun yang harusnya bisa lebih cepat daripada naik, menjadi lebih lambat karena track yang licin sehingga membuat kami harus berjalan perlahan-lahan.

Entah karena saya yang fokus dengan track yang licin dan berjalan lambat atau memang mereka yang berjalan cepat, karena pas menuju pos 2 saya sudah tidak melihat Gita, bang Umam, Mas Bambang dan Mas Faqih. Saya bersama Mba Asih dan bang Dede sedangkan Mega, Dicky dan bang Arya ada di depan kami. Nchink, A’Iwan, bang Ase dan bang Dziyau mereka masih di belakang kami.

Akhirnya, record saya yang selalu terjatuh pada saat turun di setiap pendakian pun terjadi juga di Merbabu. Bang Dede menolong saya, dan kemudian bang Dede bergantian menjaga saya dan mba Asih karena sudah tidak ada lagi yang lain. Di Pos 2 bayangan, Mega, Dicky dan bang Arya menunggu kami. Selanjutnya dengan kondisi hujan yang tidak juga berhenti, kami tetap melanjutkan perjalanan. Menuju pos 1 kembali saya terjatuh. Ya kalau dihitung ada tiga kali saya jatuh di track Merbabu. Sepertinya mbah Merbabu tidak rela kalau saya tidak jatuh di tracknya hehe.


Perjalanan menuju Pos 1, Mega, Dicky dan bang Arya sudah tidak terlihat, hanya tinggal kami bertiga. Bang Dede bergantian menjaga kami. Kami bertiga entah kenapa menjadi diam membisu, tak ada satu pun pembicaraan diantara kami. Intinya diam dalam hujan hehe.

Hujan turun, air berlimpah tapi yang saya rasakan adalah dehidrasi dan lapar. Di tas sudah tidak ada makanan sama sekali hanya tinggal satu batang coklat. Di saat kami masih terdiam dalam hujan, muncul bang Dziyau dari belakang, ternyata bang Dziyau bisa menyusul kami. Kami berempat berjalan bersamaan. Bang Dede pun akhirnya bisa ngobrol dengan bang Dziyau hehe.

Setiap saya bilang “Istirahat dong bang”, bang Dede jawabnya “nanti di Pos 1 ya nanggung nih”. Oke lah. Sampai di Pos 1 bang Dede dan bang Dziyau berhenti, tapi saya dan mba Asih malah tetap melaju melanjutkan perjalanan hehe. Mungkin bang Dede dalam hati bilang “tadi minta istirahat pas udah nyampe Pos 1 malah ngucluk aja”.

Baru kali ini saya merasa kesal, kesal karena merasa fisik sudah tidak kuat dan perjalanan seperti sangat lambat, tapi saya buru-buru istighfar. Dalam kondisi seperti itu, ternyata saya baru menyadari mba Asih sudah tidak ada lagi di depan saya, sedangkan bang Dede dan bang Dziyau mereka masih di Pos 1. Allahu Akbar, rasa khawatir mulai merasuki pikiran saya. Kondisi hujan dan sore membuat saya semakin mempercepat langkah untuk mengejar mba Asih karena kalau harus menunggu bang Dede dan bang Dziyau tidak mungkin, karena saya tidak berani sendirian duduk di track dalam kondisi hujan. Alhamdulillah akhirnya saya melihat mba Asih yang sedang menunggu. Kami pun menunggu bang Dede dan bang Dziyau. “Aku lapar wie, perutku krucuk-krucuk” kata mba Asih. “Aku masih ada coklat mba” jawabku sambil mengeluarkan coklat, kemudian coklat dibagi dua, lumayanlah sebagai pengganjal rasa lapar.

Bang Dede dan bang Dziyau datang menyusul kami, perjalanan pun dilanjutkan kembali. Entah mungkin karena fisikku yang mulai drop sepertinya langkahku semakin melambat dan tidak bisa mengejar mba Asih. Akhirnya bang Dede pun sepertinya memutuskan untuk menyusul dan menemani mba Asih, sedangkan saya jalan dengan bang Dziyau. Bedanya kali ini bang Dziyau membuka obrolan, jadi sepanjang perjalanan kami selalu ngobrol dan tidak ada diam dalam hujan hehe.

Setelah mendekati wilayah yang ada tulisan “Wilayah Konservasi” hati mulai lega dan berucap Alhamdulillah sebentar lagi sampai. Dan dibelakang sudah muncul Nchink, A’Iwan dan bang Ase. Wah ternyata memang saya yang berjalan sangat lambat kali ini. Kami pun segera bergegas menuju gerbang Merbabu dan melaju menuju basecamp Pak Parman. Jam 16.30 kami sampai di basecamp dan di sana teman-teman yang sudah sampai duluan sudah enak bersantai sambil ngopi dan tertawa menyambut kami.

Saya bergegas membongkar isi tas saya dan merapikannya dan segera membersihkan diri. Setelah beres semua, saya bergabung dengan teman-teman yang lain. Malam ini diputuskan kalau kami akan menginap di basecamp dan besok pagi jam 9 baru berangkat menuju Yogyakarta. Malam itu masih ditemani hujan kami mengobrol mengenang kembali moment-moment selama pendakian bahkan ada juga ledekannya. Berhubung pas turun kami tidak bareng, jadi setiap masing-masing memiliki cerita yang berbeda-beda dan diantara kami semua hanya bang Umam yang berjalan sendirian. Malam semakin larut kami pun bergegas untuk tidur.

Pagi Jam 5 saya sudah terbangun, setelah selesai sholat Subuh saya sudah tidak melihat mba Asih dan Gita. Udara pagi itu sangat segar sekali saya segera membereskan barang-barang saya yang ternyata masih basah dan bang Umam pun memberikan saran lebih baik dijemur dulu. Saya pun langsung menjemur tas, sepatu, jaket dan raincoat di halaman basecamp. Alhamdulillah cuaca bersahabat dan mentari memberikan sinarnya yang hangat.

Mba Asih dan Gita baru saja tiba, mereka ternyata berjalan pagi bersama Mas Bambang, sedangkan Nchink ngedate berdua sama A’Iwan, maklum pengantin baru hehe. Dan Merbabu kali ini adalah honeymoonnya mereka berdua, berhasil juga racunku hehe.

Sarapan kami pagi ini adalah Soto Ayam, dan bukan lagi telur dadar hehe. Selesai sarapan saya mengajak Nchink untuk berfoto di gerbang Merbabu. Saat kami berjalan, tiba-tiba ada yang memanggil nama saya “Mba Dwi” saya pun segera menengok dan mencari siapa yang memanggil, ternyata Muly sudah senyum di belakang. Akhirnya bisa ketemu juga dengan Muly, yang awal rencananya Muly mau bareng dengan kami, karena kehabisan tiket akhirnya dia ikut rombongan sepupunya. Kami pun berfoto-foto di Gerbang Merbabu. Setelah itu kami kembali ke basecamp.
With Muly
Alhamdulillah semua yang basah sudah kering kecuali sepatu masih lembab, kami pun repacking karena waktu sudah menunjukkan jam 8.30. Sebelum pulang saya sempat membeli oleh-oleh berupa emblem, gantungan kunci, pin dan sticker Merbabu. Tepat jam 9.00 kami meninggalkan basecamp Pak Parman. Mobil kami perlahan menjauh dari Gunung Merbabu. Saya tidak akan pernah mengucapkan “Selamat Tinggal” pada Merbabu karena suatu saat nanti saya akan kembali lagi.

Sampai di Yogyakarta kami di drop di Malioboro, sedangkan bang Ase, bang Dede dan bang Umam langsung ke Stasiun Lempuyangan untuk mencari tiket. Karena kami sudah punya tiket pulang, kami memilih berjalan-jalan di Malioboro dan singgah di rumah makan untuk mencicipi gudeg. Setelah selesai makan, kami berpisah dengan Gita karena Gita pulang ke Jakarta hari Senin dan dia akan menginap di kost temannya.


Kami pun mencari oleh-oleh, karena Mega, Dicky dan bang Arya masih mau kulineran, saya, Mba Asih, Nchink dan A’Iwan memilih mencari oleh-oleh di Pusat Oleh-oleh. Bang Dziyau bergabung dengan Mega karena bang Dziyau akan langsung menuju terminal. Dan kami berjanji akan bertemu langsung di Stasiun Lempuyangan.

Setelah puas berbelanja dengan kondisi lelah, kami memutuskan langsung ke Stasiun Lempuyangan sehingga bisa beristirahat di sana. Sesampai di Stasiun, kami berkumpul dengan bang Ase dkk dan Mega dkk.

Kami naik kereta Gaya Baru Malam yang akan berangkat jam 16.56 sedangkan bang Ase dapat tiket Jaka Tingkir dan berangkat jam 17.00. Jam 16.30 kami semua memasuki peron stasiun dan berpisah dengan bang Arya yang menunggu travel untuk membawanya kembali ke Semarang. Setelah menunggu, ternyata kereta kami delay selama 15 menit.

Kereta GBM pun tiba, setelah berpamitan dengan bang Ase, bang Dede dan bang Umam, kami segera naik ke dalam kereta dan mencari tempat duduk. Alhamdulillah pendakian kali ini berjalan dengan aman dan lancar serta mendapatkan saudara baru. Kereta pun berjalan meninggalkan Stasiun Lempuyangan  menuju Stasiun Senen dan ini artinya kami akan kembali ke dunia rutinitas kami.

Terima kasih buat Wisata Gunung (bang Ase dan bang Dede) yang sudah memfasilitasi sehingga saya khususnya dan teman-teman yang lain bisa menyapa Puncak Gunung Merbabu, dan tiga travelmateku Mba Asih, Nchink dan A’Iwan yang selalu menemaniku dalam setiap perjalanan,  serta teman-teman yang lain Gita, Mega, bang Arya, bang Umam, bang Dziyau, Dicky, mas Bambang dan Mas Faqih terima kasih atas kebersamaannya karena kalian luar biasa. Tak lupa untuk pak Jupri porter kami yang baik dan Pak Parman atas keramahannya. Sampai ketemu lagi di next trip.

THE END..

My Dream Comes True - Part 2




Padang Savana Merbabu

Setelah itu kami beristirahat. Waktu terus berjalan, malam terus berputar, di luar tenda masih terdengar suara-suara orang yang sedang mengobrol. Selain tenda kami memang ada empat tenda lainnya, sebenarnya ingin rasanya keluar tenda dan melihat alam sekitar, apakah ada rising star atau tidak tapi rasa lelah mengalahkan segalanya, yang membuat badan ini enggan sekali beranjak dari sleeping bag.

Entah jam berapa tiba-tiba mendengar suara bang Umam “Ayo sudah jam 3 nih, siapa yang mau summit?” ucapnya sambil tertawa. Masih dengan kondisi antara tidur dan tidak, saya melihat jam “Udah jam 3 tah” dan kulihat Gita masih tetap tertidur pulas, hebat ini anak tidurnya bisa pulas hehe. Nchink terlihat merem melek hehe. Saya mengabaikan suara bang Umam dan tetap memilih meringkuk di dalam sleeping bag walaupun mata sudah tidak bisa terpejam lagi. Setelah berapa lama di luar tenda mba Asih memanggil “Wie, Dwi udah bangun belum, aku masuk ya”. Antara percaya dan tidak percaya sambil bergumam “Tumben mba Asih dingin-dingin keluar tenda, biasanya kan kalau udara dingin lebih suka di dalam sleeping bag”, “Iya mba, aku udah bangun, masuk aja” balasku. Mba Asih pun masuk ke dalam tenda. “Enaknya tenda kalian hangat banget, di tendaku dingin banget” Ujar mba Asih begitu masuk ke dalam tenda. “Iya mba, kita kan pakai matras alumunium jadi hangat” Jawabku sambil tertawa diikutin Nchink yang juga sudah terbangun.

Waktu Subuh tiba, kami pun menunaikan ibadah Sholat Subuh. Setelah itu kami bersiap memasak untuk sarapan. Kata mba Asih “Masak dulu Wie baru lihat sunrise” “Ok mba” Jawabku. Di saat sedang mempersiapkan bahan-bahan makanan yang akan dimasak, sang matahari mulai memperlihatkan keindahannya, hati ini mulai tergoda untuk melihatnya. “Mba Asih maaf ya aku foto sunrisenya dulu baru nanti dilanjut lagi masaknya” Ujarku sambil senyum dan berlalu. Saya seperti anak nakal yang lari dari tanggung jawabnya hehe. 

Sunrise Merbabu

Keindahan Merapi dari Merbabu

Saya pikir mba Asih akan mengikutiku ternyata Mba Asih kali ini tidak tergoda oleh keindahan sunrise dan lebih memilih menemani Nchink dan bang Dede memasak. Oh baiknya mba Asih (padahal pas udah pulang mba Asih baru nyesel karena ga foto sunrise hehe). Saya dan Gita langsung bergabung dengan Mega, bang Umam dan bang Arya mengabadikan keindahan sunrise dengan background si Gagah Merapi. Tak henti-hentinya saya mengucapkan Subhanallah atas keindahan ciptaanNya. Setelah puas berfoto, saya dan Gita pun langsung membantu mba Asih, Nchink dan bang Dede memasak.

Mba Asih memasak nasi dan sayur asam, Nchink menghandle ikan asin, bang Dede dan Gita menggoreng tempe, tahu dan sosis, A’Iwan memasak air untuk membuat kopi dan saya sendiri kebagian membuat roti tawar yang diolesin pasta coklat untuk mereka. Menu sarapan yang yummy sekali. Makanan sudah matang, kami pun bersama-sama sarapan.


Aduh Chef.. masaknya jangan pakai sendal donk.. hahaha

Selesai sarapan kami pun bersiap untuk melanjutkan tracking ke puncak. “Ok, sudah siap semuanya? Kalau sudah siap semuanya mari kita berangkat” ucap bang Ase. Seperti biasa kami berdo’a terlebih dahulu. Kami pun meninggalkan Pak Jupri yang akan menjaga tenda kami. Sepanjang jalan hamparan savana begitu indah, jadi semakin cinta dengan Merbabu. Track yang landai mengantarkan kami ke Savana 2, kami pun berfoto-foto sebentar di sana. Lalu kami melanjutkan kembali perjalanan. Setelah melewati Savana 2 mulai terlihat pohon-pohon edelweis yang ukurannya tinggi-tinggi, ada yang sampai 2-3 meter ukurannya. Sayang pada saat itu edelweisnya banyak yang sudah kering dan ada juga yang tidak berbunga, tapi Alhamdulillah saya menemukan satu tangkai edelweis yang masih segar. Kamera pun langsung mengabadikan “Edelweis Merbabu”.
 Si Cantik Edelweis Merbabu

Edelweis dengan ukuran 2-3 meter
Setelah melewati pohon-pohon Edelwies, saya dan teman-teman tercengang melihat track menuju puncak. “Ini nih tracknya, wuih gimana nanti turunnya nih”. Belum naik aja udah mikir turunnya hehe. Beneran tracknya wow banget, kemiringannya bikin nafas habis (lebay dikit hehe). Alhamdulillah semalam kami mengambil keputusan yang tepat untuk pergi pagi hari, coba kalau kami tetap summit jam 3 dini hari akan terasa lebih sulit terutama bagi saya yang sangat tidak menyukai track malam. Dengan tekad yang kuat, langkah demi langkah saya jalanin untuk bisa menyapa puncak impian saya. Untuk menghilangkan lelah sesekali saya menjepretkan kamera kemanapun lensa berbicara (padahal niatnya buat beristirahat hehe). Walaupun lelah tapi view yang disajikan benar-benar sangat indah sehingga dapat menghibur. Saya sangat menyukai langit biru dan kali ini Merbabu menyambut saya dengan langit birunya walaupun terkadang sang kabut sesekali menutupinya.

Faqih "Ryan" D-Masiv KW (jaket biru) bersama anggota bandnya.. :p

Alhamdulillah track landai mulai terlihat, kami pun beristirahat sejenak. Ternyata bonusnya cuma sebentar, track selanjutnya sama dengan track yang tadi, kami pun memberi nama “Tanjakan PHP”. Di tengah-tengah perjuangan saya melewati track PHP ini, saya melihat ada seorang akhwat memakai rok membawa keril sangat lihai turun dengan cara melompat dari satu pijakan ke pijakan yang lain bahkan terkadang sambil berlari. Kagum melihatnya dan saat mulai dekat dengan saya, saya berpikir seperti kenal dengan akhwat ini, dan ternyata dia adalah mba Ely. Saya pun memanggil namanya dan mba Ely langsung berhenti dan kaget melihat saya. Kami seperti saudara yang sudah lama terpisah, mba Ely pun berlari menuju saya sambil berteriak memanggil nama saya dan kami pun langsung berpelukan. Teman-teman saya dan para pendaki lain terbengong melihat kehebohan kami hahaha. Kalau dipikir jadi seperti adegan sinetron (bahkan pas di Basecamp saat kita sudah turun, bang Dziyau bilang ingin sekali ketemu teman atau orang yang dia kenal di Gunung sambil heboh hahaha). Setelah berfoto kami berpisah, mba Ely akan turun dan saya sendiri naik ke puncak.
Bertemu dengan akhwat tangguh Mba Ely :)
Bang Dziyau dan bang Arya berhasil melewati Tanjakan PHP

Dengan adanya intermezo sejenak, membuat semangat saya muncul kembali (padahal mah karena istirahat yang lumayan lama), saya pun bisa melewati track PHP. Puncak Kentheng Songo mulai terlihat, Dicky yang berjalan lebih dulu sudah melambai-lambaikan tangannya dari Puncak Kentheng Songo. Jadi tambah semangat untuk berlari tapi karena track yang sempit dan hanya dapat dilalui satu orang, dengan sabar saya berjalan perlahan-lahan.
With my travelmate

Saat kaki menginjak Puncak Kentheng Songo, tak ada lagi yang terucap selain Alhamdulillah, Subhanallah dan finally saya sampai di Puncak impian saya “Puncak Merbabu 3.142 Mdpl”. 3 jam perjalanan yang harus ditempuh untuk sampai ke Puncak Kentheng Songo. Bang Ase sebagai tour leader kami mengucapkan selamat kepada kami satu persatu. Ya, kami memang sudah ada di Puncak sekarang.
Puncak Kentheng Songo

Merbabu sangat istimewa buat saya, karena Merbabu adalah gunung pertama yang membuat saya terkesan dan yang membuat saya menyukai kegiatan mendaki dan terlebih lagi pada saat saya sampai di puncak, sahabat saya Yunissa berulang tahun. Saya sudah menyiapkan ucapan untuk diabadikan di Puncak Kentheng Songo. Terima kasih Yunissa sudah menjadi sahabat yang baik selama 11 tahun ini. Semoga persahabatan kita akan abadi sampai akhirat nanti. Aamiin

Happy bday Yunissa

Selain itu pada hari sebelumnya teman naik gunung saya dan Nchink yang namanya Hanif juga sedang melangsungkan pernikahannya. Tadinya Hanif yang akan membawa kami berdua ke Merbabu, tetapi karena waktu yang tidak pas akhirnya selalu tertunda. Kami hanya bisa mengucapkannya di Puncak Kentheng Songo. Selamat ya Hanif dan Reni. 

Dan lebih menyebalkan, saya tidak memperhatikan KTP mba Asih sewaktu memesan tiket, ternyata tepat kami di puncak, mba Asih berulang tahun dan kami mengetahuinya setelah sampai di rumah masing-masing (di kereta pas pulang, kami ditraktir mba Asih tetep aja masih ga nyadar). Maafkan saya ya my travelmate. Khilaf banget.
Mba Asih yang merayakan sendiri ultahnya tanpa diketahui yang lain di Puncak Kentheng Songo (Photo By Mb Asih)

Kami semua menikmati lukisan alam yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Merbabu memang benar-benar indah walaupun sang kabut tetap masih suka menggoda. Satu persatu kami mulai berfoto dengan watermark Kentheng Songo, kami habiskan waktu di Kentheng Songo dengan berfoto-foto. 
 Wisata Gunung di Puncak Kentheng Songo (Photo by Mega)

Empat Sekawan.. :) (Photo by Mb Asih)

Setelah puas di Puncak Kentheng Songo, bang Ase membawa kami ke Puncak Trianggulasi, jaraknya tidak terlalu jauh dari Puncak Kentheng Songo. Di sana kami makan snack dan mangga yang kami bawa sambil menikmati keindahan Merbabu. Sayang dari ketiga puncak, kami tidak ke Puncak Syarif karena waktu yang tidak cukup dan kami harus segera kembali ke tenda. Seperti biasa di setiap pendakian selalu saja ada yang kurang yang menandakan saya harus kembali lagi.

Setelah puas menikmati keindahan alam Merbabu, bang Ase menginstruksikan kepada kami agar kami bergegas turun. Kami pun langsung segera turun kembali ke tenda. Tepat di track PHP yang membuat nafas kami tersengal pada saat kami naik, ternyata pas turun tidak sesulit apa yang kami bayangkan, tapi tetap keseimbangan harus dijaga agar tidak terjatuh.

To be countinued..

My Dream Comes True - Part 1




 View Merbabu menuju Puncak Kentheng Songo

Awal Pendakian 
 
Entah sudah berapa kali membuat rencana tapi akhirnya selalu saja kandas untuk menyapa tiga puncak impianku yaitu Puncak Kentheng Songo, Puncak Trianggulasi dan Puncak Syarif. Ketiga puncak itu adalah puncak dari Gunung Merbabu yang memiliki ketinggian 3.142 Mdpl terletak di daerah Boyolali dan dapat dilalui dari empat jalur resmi yaitu jalur Selo, Wekas, Tekelan dan Chuntel.

Alhamdulillah impian itu akan segera terwujud melalui Wisata Gunung bersama tiga orang sahabatku mba Asih, Nchink dan A’Iwan. Kami berempat berangkat dari Stasiun Senen menuju Yogyakarta dengan menggunakan kereta Progo. Di Stasiun Senen kami berjumpa dengan Gita, tapi Gita tidak satu kereta dengan kami karena kehabisan tiket Progo jadinya Gita berangkat naik kereta Bogowonto, dan di kereta kami bertemu dengan Mega dan Dicky, mereka bertiga akan menjadi teman perjalanan kami nanti.

Jam 22.30 kereta Progo yang menjadi transportasi kami berangkat menuju Stasiun Lempuyangan Yogyakarta, kami menikmati perjalanan dengan ngobrol dan selanjutnya dipergunakan untuk istirahat agar sampai Yogyakarta fisik sudah segar kembali. Jam 06.00 kereta Progo sampai di Stasiun Lempuyangan, lalu kami bergabung dengan teman-teman  lainnya yang sudah tiba lebih dulu. Disana ada Tour Leader kita bang Ase, guide bang Dede, bang Umam dari Jakarta, ada juga teman dari Semarang bang Arya dan bang Dziyau dari Malang.

Setelah berkenalan satu dengan yang lainnya, kami beristirahat sejenak sambil sarapan. Setelah semuanya sudah lengkap dan siap untuk berangkat, kami pun segera melanjutkan perjalanan menuju Desa Selo dengan menggunakan 2 mobil kijang karena jumlah kami ada 12 orang, kami menuju Desa Selo karena pendakian kami nanti akan melewati jalur Selo.

Sebelum menuju Basecamp Pak Parman kami berhenti di Pasar Talun Magelang untuk melengkapi logistik, karena saya, mba Asih, Nchink, bang Umam dan bang Arya kebagian membawa sayuran-sayuran, tempe tahu dan ikan asin, maka hanya kamilah yang belanja, sedangkan yang lainnya menunggu di mobil karena mereka kebagian logistik yang mudah dibawa dari Jakarta. Berhubung saya yang bisa bahasa Jawa, Nchink menyuruh saya untuk menawar bahan-bahan logistik yang akan dibeli. Nikmatnya belanja di Pasar Talun karena harganya sangat murah sekali jadi tidak tega kalau harus ditawar lagi hehe. Setelah semua yang dibutuhkan sudah dibeli kami kembali melanjutkan perjalanan.

Jam 11.00 kami tiba di Basecamp Pak Parman, basecamp yang menurut saya sangat luas dan pemiliknya sangat ramah. Disana juga sudah ada beberapa pendaki yang sedang beristirahat, sepertinya mereka juga akan bersiap untuk naik. Kami beristirahat sejenak dan bersih-bersih diri. Setelah itu kami mulai repacking perlengkapan yang akan dibawa selama pendakian. Ada dua orang teman kami namanya mas Faqih dan mas Bambang yang berasal dari Pekalongan tiba di basecamp dan mereka akan bertugas sebagai backup dari bang Ase dan bang Dede. Mas Faqih ini mirip sekali dengan Ryan vokalisnya D’Masiv, jarang-jarang kan bisa nanjak bareng artis walaupun artis kw hehe.

 Basecamp Merbabu Pak Parman
Tepat jam 13.00 kami mulai siap untuk melakukan pendakian Gunung Merbabu, sebelum berangkat kami pemanasan terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan berdo’a agar pendakian berjalan lancar dan selamat hingga turun kembali, karena puncak adalah bonus dan target utama adalah pulang dengan selamat sampai rumah itu yang dikatakan bang Ase dan berdo’a pun dimulai. Kami hening dalam do’a masing-masing.

Bismillah, pendakian pun dimulai dari Gerbang Merbabu yang bertuliskan “Jalur Pendakian Selo – Balai Taman Nasional Gunung Merbabu”, tapi sebelum itu tak lupa kami bernarsis dahulu J. Track di awal pendakian masih landai, seperti baru perkenalan. Bang Dede sebagai guide berjalan di depan dan bang Ase bertugas sebagai Sweeper. Kami berjalan boleh dibilang sangat santai karena kami ingin menikmati kebersamaan selama pendakian dan lebih mengutamakan safety procedure.
Gerbang Jalur Pendakian Merbabu - Selo

Satu Tim Ekspedisi Merbabu - Photo by Umam

Tanpa terasa track pun mulai menanjak (kalau ga nanjak ga akan sampai ke puncak donk hehe). Di saat pendakian menuju Pos 1, Nchink tiba-tiba mengalami kram kaki, A’Iwan dan bang Ase menolong Nchink. Lalu Bang Ase menyuruh kami untuk tetap lanjut tanpa menunggu mereka, dan meminta kami untuk menunggu di Pos 1. Akhirnya kami  tiba di Pos 1, tempat dengan lahan yang tidak terlalu luas dan datar tapi cukup untuk mendirikan dua tenda. Sambil menunggu Nchink, A’Iwan dan bang Ase, seperti biasa kami mulai beraksi dengan kamera masing-masing dan tak lupa juga foto bersama di watermark Pos 1.

Kemudian setelah semua kumpul, dan Nchink sudah merasa baikan, perjalanan dilanjutkan kembali menuju Pos 2, menuju Pos 2 track sudah mulai menanjak extra dan membuat nafas ngos-ngosan, sesekali saya beristirahat sambil menunggu teman yang masih ada di belakang. Sesaat Kabut menggoda kami dengan menjatuhkan air yang mengharuskan kami mengeluarkan raincoat, tapi tidak berapa lama kabut pun menghilang kembali dan hujanpun berhenti. Kami tiba di Pos 2 bayangan yang sangat sempit lahannya, seperti hanya untuk peristirahatan sejenak bagi para pendaki yang lelah. Setelah itu track kembali landai dan tidak berapa lama sampailah di Pos 2.
Team Nasional Merbabu dengan Formasi 2-4-2 di Pos 1 :D (Photo by Mega)

Narsis di Pos 2 (Photo by Mega)

Hari sudah menjelang sore, kami pun segera melanjutkan perjalanan kembali menuju Pos 3. Track menuju Pos 3 terkadang landai terkadang juga terjal. Tapi track ini membuat mata tak hentinya mengucapkan “Subhanallah” karena view keindahan Merbabu mulai terlihat setelah sebelumnya kami melewati hutan yang rapat.

Tak henti-hentinya kamera mulai membidik setiap detail keindahan Merbabu, seakan tak mau kehilangan satu moment pun. Sesampai di Pos 3, kami beristirahat cukup lama dan mengganjal perut kami yang keroncongan dengan coklat dan snack, bahkan Gita sempat-sempatnya bisa tertidur dan tidak terganggu oleh kesibukan kita yang berfoto-foto. Setelah cukup beristirahat kami pun bersiap untuk melanjutkan perjalanan menuju Savana 1. Track menuju Savana 1 sangat curam dan terjal dan akan sangat menguras tenaga kita dikarenakan track yang curam dan juga beban yang kami bawa dipunggung masing-masing.
 Pos 3 - Gita tertidur.. sepertinya dia lelah :D

“Ayo kita jalan lagi waktu udah sangat sore, kita harus sudah melewati track yang curam sebelum malam dan siapkan senter dan headlampnya” kata bang Dede. Saya seperti biasa mengikuti di belakang bang Dede, tepat di depan track yang ekstrim bang Dede menimbang-nimbang jalur yang akan dipilih kanan atau kiri, akhirnya jalur kananlah yang dipilih, karena tingkat keekstrimannya tidak separah jalur yang kiri. Menurut saya tracknya kali ini benar-benar amazing dan bikin nafas tersengal-sengal, hampir mirip dengan Tanjakan Setan di Gunung Gede Pangrango. Saat sedang fokus dengan track, tiba-tiba ada suara seperti teriakan dari mba Asih “Tolong, Bang Umam, udah ga kuat, kakiku kram” dan terdengar suara bang Umam memanggil bang Dede dan bang Dziyau untuk menolong mba Asih. saya dan bang Dede langsung berhenti dan ternyata mba Asih bukan mengikuti saya tapi mengambil jalur kiri (jalur yang lebih ekstrim dari jalur kanan), “bang tolongin mba Asih” ujarku ke bang Dede. Bang Dede pun menyuruh saya untuk mengikuti mas Faqih dan dia langsung menolong mba Asih. Ternyata saya tidak bisa mengikuti irama langkahnya mas Faqih yang sangat cepat sekali berjalan, akhirnya saya memutuskan menunggu teman-teman yang lainnya karena hari mulai gelap dan saya juga takut nyasar.

Malam mulai menyapa disaat kami masih berjuang di track yang amazing. Setelah lebih dari satu jam, Alhamdulillah sampai juga di Savana 1 bayangan dan disana sudah menunggu porter tim kami Pak Jupri dan mas Faqih. Sebelum melanjutkan perjalanan ke tenda yang sudah didirikan oleh Pak Jupri di Savana 1, kami beristirahat sejenak sambil menikmati keindahan malam dihiasi kerlap kerlip lampu kota Magelang yang cantik.

Setelah puas (sebenarnya belum puas hehe) menikmati keindahan malam kota Magelang, kami pun melanjutkan perjalanan. “Ayo sebentar lagi sampai di tenda” kata Pak Jupri memberi semangat. Sepertinya Mba Asih dan Gita sudah kelelahan, keril mereka pun berpindah ke punggung Pak Jupri hehe.

Alhamdulillah jam 19.00 akhirnya kami sampai juga di tenda, lalu kami bergegas masuk ke tenda masing-masing dan memasang matras. Teman-teman yang cowo membongkar amunisi dan mulai memasak air panas untuk membuat kopi, sedangkan kami para ladies memilih beristirahat di tenda. Saya setenda dengan Nchink dan Gita, sedangkan mba Asih dengan Mega. Baru kali ini saya terpisah dari mba Asih, kalau kedinginan tidak ada lagi tidur punggung dengan punggung yang saling menempel hehe.

Cuaca malam itu sangat bersahabat ditambah matras alumunium yang dibawa Gita membuat suhu di dalam tenda tidak terlalu dingin, jadi saya tidak merasa kedinginan. Disaat para cowo sibuk di luar tenda, Gita sudah asyik meneruskan mimpinya yang terganggu di Pos 3 tadi hehe. Saya dan Nchink setelah membereskan tas mulai bersiap untuk tidur menyusul Gita.

Disaat mata hendak terpejam, bang Umam memanggil dari luar tenda, wah ternyata mereka para cowo tidak hanya memasak air saja tapi juga memasak makanan buat makan malam. Bang Umam membawakan makanan buat kita para ladies, beneran jadi merasa feeling guilty sama mereka. Maaf ya abang semua, saya tidak terbiasa makan malam jadi tidak kepikiran untuk masak buat makan malam dan para ladies juga lebih memilih tidur daripada masak hehe. Saat membawakan makanan bang Umam bilang ke kita “Gimana, besok mau summit jam 3 dini hari atau jam 7 pagi, kalau jam 3 kita lihat sunrisenya di atas tapi kalau mau jam 7 kita lihat sunrisenya dari sini, kata Pak Jupri dari sini kita udah bisa dapat sunrise” Setelah kita pertimbangkan akhirnya kita semua sepakat lihat sunrisenya dari Savana 1 saja dan setelah sarapan baru ke puncak. Ok, kesepakatan pun deal.  

To be Countinued...

Kamis, 30 Oktober 2014

Lika Liku Perjalanan ke Pakuwaja - Dieng

Terkadang tanpa sadar kita saling diam tanpa satu katapun yang terucap, "Kita kaya orang yang lagi marahan aja ya dinda dari tadi diam-diaman, tapi diamnya dinda membuat ibi merasa nyaman". 

Malam itu ketika saya sedang asyik melihat resep-resep kue, tiba-tiba handphone saya berbunyi dan ternyata whatsapp dari Ibikuh. "Dinda, ikut ibi ke Pakuwaja yuk weekend ini". Ibi memang sudah memanggil saya dinda dari pertama kali kita berkenalan, dan entah kenapa saya merasa nyaman sekali dengan panggilan itu. Agak galau juga dengan ajakan ibi karena begitu mendadak, tapi karena sudah lama penasaran dengan keindahan sunrise Pakuwaja akhirnya saya pun menjawab "Ok bi".

"Dinda, kita nanti ikut tripnya bang Mogel dan itinerary ke Pakuwajanya hari Minggu dini hari untuk mengejar sunrise jadi kita berangkat hari Sabtu" penjelasan ibi di whatsapp. "Kalau hari Sabtu dari Jakarta bisnya ga ada yang berangkat pagi bi, semuanya berangkat sore" jawabku yang mulai bingung lagi bagaimana caranya supaya bisa sampai ke Dieng Sabtu malam.

"Udah dinda ga usah bingung, dinda ke Garut aja dulu nginep di rumah ibi terus nanti berangkatnya bareng sama ibi dari Tasik naik bis Budiman yang jam 10 pagi, nanti di Wonosobo dijemput sama Melia, gimana?" solusi ibi, "Siip, ok bi kalau gitu, nanti aku Jum'at malam ke Garut" jawabku lega karena sudah ada solusinya..

Jum'at setelah pulang kerja saya langsung meluncur ke Garut, karena jalanan di dalam kota macet yang seharusnya sampai Garut jam 23.00 tapi kali ini sampai di Garut jam 02.00 dini hari, dan seperti biasa kalau ke Garut selalu mengganggu jam tidur ibi, Maaf ya bi :)
Sabtu pagi kami siap-siap berangkat ke Tasik, tapi sayang teteh tidak bisa ikut karena ada tugas pramuka di sekolahnya. 

Selama perjalanan ke Tasik, kami terkadang bercerita atau lebih tepatnya saya yang curhat ke ibi ya.. hehehe, dan ditengah perjalanan saat ibi mau mengambil handphone dari saku ranselnya, ibi merasa kalau dompetnya tidak ada di tempatnya. "Ibi yakin naruhnya di situ" kataku, "Iya dinda, ibi udah siapin dari semalam" jawab ibi dengan raut wajah yang masih tenang. Setelah beberapa saat dicari-cari dan si dompet tidak muncul juga ibi mulai panik. "Ketinggalan kali bi di rumah, coba ibi telfon orang rumah". Lalu ibi menelfon saudaranya untuk mengecek dan alhamdulillah ternyata dompetnya ketinggalan di rumah, dan ibi baru ingat kalau tadi sempat kasih uang saku ke teteh dan lupa mengembalikannya lagi ke ransel. Ya akhirnya mau kembali pulang juga tidak mungkin karena sudah sampai Tasik, walaupun ibi ketinggalan dompet mau tidak mau kita tetap melanjutkan perjalanan ke Wonosobo seperti rencana awal. Ini mungkin menjadi pengalaman yang tidak akan terlupakan oleh ibi. :)

Jam 10 bis Budiman datang, saya dan ibi langsung naik dan melihat bis yang masih sepi penumpang kami pun bebas mencari tempat duduk yang nyaman. Selama perjalanan terkadang kami ngobrol, bercerita tentang apa saja tapi terkadang tanpa sadar kita saling diam tanpa satu kata yang terucap, "Kita kaya orang yang lagi marahan aja ya dinda dari tadi diam-diaman, tapi diamnya dinda membuat ibi merasa nyaman". Saya tersenyum mendengar kata-kata ibi karena saya juga merasa nyaman bersama ibi.

Bangun, tidur, bangun lagi, tidur lagi seperti lagunya Alm. Mbah Surip, begitulah perjalanan saya menuju Wonosobo, apalagi pak supir memutar lagu-lagu nostalgia yang membuat mata ini tak bisa diajak kompromi untuk menikmati pemandangan yang dari balik jendela, hingga sampai bis melewati Sungai Serayu mata ini baru bisa diajak berkompromi untuk melihat keindahan Sungai Serayu, kamera handphone pun langsung beraksi.

Tepat jam 18.30 kami sampai di Plaza Wonosobo dan di sana mba Melia dan dua temannya sudah menunggu. Setelah berkenalan, kami pun langsung menuju Dieng dengan menggunakan motor, mba Melia yang menjadi rider saya dan ibi jadi boncengers mas Kelik. Ini adalah ketiga kalinya saya mengunjungi Dieng tapi ini adalah pertama kalinya saya naik motor dari Wonosobo ke Dieng, sedangkan kunjungan yang pertama saya naik ELF dan yang kedua saya naik mobil pick up dari Alun-alun Wonosobo.

Perjalanan dari Wonosobo ke Dieng memakan waktu kurang lebih satu jam, saya sangat menikmati malam itu, walaupun udara dingin mulai menyapa tubuh ini tapi hujan bintang menyambut kedatanganku dan terkadang kabut Dieng tak lupa ikut menyapa saya. Malam itu entah kenapa saya merasa bahagia saat melihat hujan bintang di langit :) Selama perjalanan ke Dieng, Mba Melia banyak bercerita tentang Dieng dan juga pengalamannya melakukan perjalanan ke berbagai tempat. Pada saat kami melewati jalan yang kata mba Melia jalan itu dinamakan Jalur 15% karena di jalur itu banyak kendaraan yang melintas sering mogok, mungkin karena jalurnya mulai terjal kali ya dan motor mba Melia pun mulai lambat ketika melewati jalur itu, dan saat itu juga ada motor yang berhenti mungkin karena sudah tidak kuat untuk diajak melaju. "Keren juga motorku masih kuat" sahut mba Melia sambil ketawa. Melakukan perjalanan dengan mba Melia sangat seru dan asyik :)

Akhirnya kami pun sampai di homestay dan di sana sudah ada bang Mogel dan teman-teman yang lain yang sudah dari hari Sabtu pagi tiba di Dieng. Saya dan ibi langsung menuju kamar untuk beristirahat sejenak menghilangkan rasa lelah. Setelah cukup beristirahat kami keluar kamar untuk bergabung dengan teman-teman yang lain. Hari semakin malam dan rasa kantuk mulai kami rasakan, satu persatu dari kami  undur diri untuk beranjak tidur karena besok jam 3 dini hari kami harus sudah bangun menuju Pakuwaja.

Jam 02.30 saya dan ibi sudah bangun dan menyiapkan perlengkapan untuk tracking ke Pakuwaja, yang awalnya jam 03.00 kami harus sudah berangkat tapi seperti biasa pasti ada hal yang membuat ngaretnya waktu. Jam 03.30 akhirnya kami baru berangkat. 

Sebelum kami tracking, kami berdo'a terlebih dahulu yang dipimpin oleh bang Mogel, setelah itu kami memulai tracking yang diawali dari perkebunan kentang milik penduduk. Jalur yang sempit membuat saya dan teman-teman yang lain harus berjalan satu-satu. Bang Mogel dengan sigap berjalan di depan sebagai penunjuk jalan dan mba Melia berjalan paling belakang sebagai sweeper. Kami berjalan dengan pelan dan belum bisa menikmati pemandangan yang kami lewati karena hari masih gelap. Saat kami berjalan perlahan-lahan, tiba-tiba kami dikejutkan oleh kejadian yang tidak akan pernah kami bayangkan sebelumnya. Kejadian itu membuat ibi menemukan "Romantic Spot" begitulah ibi menamakannya, tempat yang gelap gulita yang dihiasi banyaknya cahaya seperti lampu berkelap kelip. Kejadian ini adalah pengalaman yang menjadi pelajaran hidup bagi kita di alam.

Setelah cukup untuk beristirahat, kami pun melanjutkan perjalanan lagi. Di akhir perkebunan kentang saya berhenti sejenak untuk menunaikan ibadah sholat subuh, setelah itu kami mulai meninggalkan area peekebunan kentang dan memasuki area ilalang yang sangat rimbun. Sang Surya mulai menampakkan sinarnya, saya dan teman-teman yang lain mempercepat langkah kami untuk mencapai puncak Pakuwaja yang memiliki ketinggian 2.413 mdpl. 



Alhamdulillah kami sampai di puncak tapi sayang kami hanya kebagian sisa-sisa dari sunrise, tapi kami tidak kecewa karena kami masih dapat melihat moment yang membuat mata tak akan mau berkedip sedikitpun. Saya dan yang lainnya mulai bernarsis dengan kamera yang kami bawa sendiri maupun dengan kamera yang di bawa bang Mogel dan mba Melia. Seru juga ada fotografer yang handal, jadikan lumayan bisa jadi model Pakuwaja :)

Sungguh moment yang tidak dapat dirasakan pada saat kita berada di datar yaitu sarapan di atas puncak walaupun hanya dengan sebuah roti dan kopi teh, tapi nilai sarapan itu sangat begitu mahal karena  menikmatinya di atas puncak dengan lukisan alam yang tidak dapat diucapkan dengan kata-kata. Jadi inget kata-kata sahabat saya yang sangat suka menikmati alam dari atas puncak "Tidak perlu makanan enak atau kopi mahal, yang penting bisa ngopi dan makan ditemanin sunrise, itu udah cukup"


Selesai sarapan kami segera menuju tempat yang terdapat sebuah batu yang menjulang tinggi dari permukaan gunung dan orang Dieng mempercayai bahwa batu tersebut sebagai pakunya pulau Jawa, dari hal itulah sebagai asal muasal dinamakannya Gunung Pakuwaja. Di sebelah kanan dan kiri batu tersebut ada telaga yang sudah mengering dan sekarang telaga itu sudah penuh dengan ilalang, dan konon air dari telaga tersebut berpindah mengalir ke bawah yaitu mengalir ke Telaga Cebong. Selain itu batu tersebut juga sering dijadikan sebagai tempat untuk ritual atau semedi, dan hal yang menarik lainnya adalah candi-candi yang berada di Dieng dibangun dengan menggunakan batuan Andesit yang berasal dari Gunung Pakuwaja.


Sinar matahari sudah semakin terang, kami memutuskan untuk segera turun, dan seperti biasa kalau tracking turun pasti lebih cepat daripada nanjak dan ini adalah hukum alam yang tidak dapat dipungkiri :) Saat adzan Dzuhur berkumandang kami tiba di homestay. Saya pun langsung packing, karena bis ke Jakarta berangkat jam 16.00. 


Jam 14.00 saya pamit ke ibi, bang Mogel dan teman-temannya yang lain, saya ke Wonosobo diantar sama mba Melia karena ibi dan teman-teman yang lain bisnya berangkat jam 18.00 jadi mereka masih beristirahat di homestay. Sampai di Wonosobo saya dan mba Melia mampir ke rumah makan mie ongklok, kuliner ciri khas Wonosobo dan Dieng. Mie Ongklok adalah makanan yang terbuat dari mie yang diramu dengan sayuran kol dan potongan daun kucai setelah itu disiram dengan kuah dan bumbu kacang serta bawang goreng, yang membuat mie ongklok terasa lebih segar karena ada campuran ebi di dalamnya, dan akan terasa lebih nikmat lagi apabila kita menyantapnya ditemani dengan sate, tempe kemul, geblek goreng dan segelas es teh manis atau es jeruk, rasanya makyus seperti kata Pak Bondan.


Setelah kenyang, saya dan mba Melia pun berebutan untuk membayar, karena saya mengeluarkan uang dalam pecahan Rp. 100.000,- akhirnya ibu penjual lebih memilih mengambil uang mba Melia yang pecahan Rp.50.000, kata mba Melia "traktiran untuk perkenalan". "Terima kasih ya mba udah ditraktir" jawabku sambil tersenyum. Setelah dihitung dua porsi mie ongklok dengan dua porsi sate yang satu porsinya berisi sepuluh tusuk sate dan masing-masing dari kami mengambil satu tempe kemul dan satu air jeruk dan es teh manis semuanya hanya Rp. 41.000,- sangat murah sekali.

Kami segera menuju Terminal Mendolo, terminal yang sangat rapi dan bersih yang berada di Mendolo Wonosobo. Saya segera menuju agen Bis Pahala Kencana yang posisi dekat dengan pintu keluar terminal. Setelah membayar tiket, saya menemani mba Melia ke agen Budiman untuk memesan tiket ibi. Tepat jam 16.00 saya segera menaiki bis Pahala Kencana jurusan Kampung Rambutan dan perjalanan kali ini berakhir saat bis mulai meninggalkan Terminal Mendolo.